Home » islam » Naskah Khutbah Idul Fitri

Naskah Khutbah Idul Fitri

 

Assalaamu’alaikum warahmatuLlaahi wabarakaatuhu.

 

Allahu Akbar 3x Laa Ilaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd
(Kalimat pembuka dalam bahasa Arab)

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT atas kehendakNya kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri dengan mengumandangkan Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran Allah SWT. Kita rayakan Idul Fitri sebagai hari raya berbuka, setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini tibalah saatnya hari berbuka.

Shalawat serta Salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Uswah Hasanah kita, Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing kita ke jalan kebenaran al-Islam, dan semoga kita senantiasa istiqamah di jalan Islam hingga akhir hayat kita.

 

Hadirin jama’ah shalat Ied rahimakumullahu

Puasa yang kita lakukan selama sebulan penuh adalah kewajiban dari Allah SWT kepada kita agar kita bertakwa, sebagaimana firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al Baqarah : 183)

Di sisi Allah SWT, takwa adalah derajat yang menentukan mulia tidaknya seseorang. Bagi kita, takwa adalah pakaian (libaas) yang berfungsi untuk melindungi diri kita dari serangan penyakit dosa dan maksiat, serta untuk mempercantik diri kita melalui penampilan akhlaq zhahir. Takwa juga merupakan bekal (zaad) yang terbaik baik bagi orang yang akan menunaikan ibadah haji, maupun secara umum dalam menghadapi hari akhir. Takwa adalah melaksanakan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya. Takwa adalah penjagaan diri (wiqayah) dari segala duri-duri kemaksiatan yang ada di hadapan kita. Takwa, jika itu menjadi karakteristik suatu masyarakat dan bangsa maka akan menjadi sarana datangnya kemakmuran, keberkahan dan keadilan bagi masyarakat, bangsa dan negara itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al A’raf : 96)

Dengan takwa inilah, Allah SWT akan memberikan solusi-solusi konkret bagi persoalan manusia baik persoalan dunia maupun akhirat, sebagaimana janji-Nya di dalam surat ath-Thalaq bahwa barangsiapa yang bertakwa kepada Allah SWT maka Allah SWT akan memberikan:

  • Jalan keluar
  • Rizki yang tidak terduga
  • Kemudahan dalam segala urusan
  • Penghapusan dosa
  • Pahala yang berlipat ganda

Namun demikian takwa yang merupakan prestasi tertinggi seorang hamba tidaklah dicapai dengan mudah. Tidak ada prestasi tanpa kerja keras, pengorbanan dan usaha yang terus menerus. Di bulan Ramadhan, Insya Allah mudah bagi kita untuk melakukan sedekah, tilawah Quran, tahajjud dan sholat sunnah lainnya, i’tikaf dan sebagainya. Pertanyaannya adalah mampukah kita pertahankan prestasi tersebut di 11 bulan kemudian. Ibarat kompetisi sepakbola, jangan sampai di bulan Ramadhan kita mengalami promosi ke kasta kompetisi tertinggi, lalu setelah Ramadhan kembali terdegradasi ke kasta di bawahnya. Ibarat lari maraton, seperduabelas jarak yang kita tempuh kita mampu berlari di depan, lalu kemudian kehabisan nafas dan tercecer di belakang. Ibarat pertandingan badminton, jangan sampai di awal-awal terus unggul mengumpulkan poin, lalu kemudian kalah karena kesalahan-kesalahan kita sendiri.

 

Hadirin jama’ah shalat Ied yang berbahagia

Tidaklah terlalu sulit bagi kita untuk banyak beribadah kepada Allah SWT di bulan Ramadhan, karena suasana lingkungan yang memungkinkan untuk itu dan adanya motivasi untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda, apalagi dengan adanya Lailatul Qadar yang lebih baik daripada 1000 bulan. Namun yang sulit adalah bagaimana merealisasikan segala nilai pendidikan (tarbiyah) yang telah kita raih selama bulan Ramadhan untuk kita pertahankan pada bulan-bulan setelahnya. Ibarat orang yang mengikuti penataran, diklat atau pesantren kilat dimana selama di dalamnya orang akan terbiasa untuk hidup tertib, disiplin, mematuhi aturan dan sebagainya. Pertanyaannya, mampukah dia pertahankan nilai-nilai yang telah dia raih selama diklat tersebut setelah ia selesai mengikutinya. Disini, ada semacam ungkapan yang menyatakan meraih prestasi itu tidak terlalu sulit tetapi mempertahankan prestasi itu jauh lebih sulit.

Disini, salah satu kata kuncinya adalah konsistensi (istiqomah). Istiqomah dalam ibadah mahdhah, sedekah, tahajjud, dhuha, tilawah Quran dan sebagainya. Istiqomah dalam membentuk keluarga sakinah mawaddah dan rahmah, dalam berakhlak yang baik kepada tetangga, tamu, saudara dan masyarakat. Istiqomah dalam menjaga lingkungan yang bersih dari segala penyakit masyarakat. Sebab kita menyadari sepenuhnya bahwa kebutuhan kita akan hidup yang Islami tidak hanya pada satu bulan saja namun yang terlebih penting lagi pada 11 bulan berikutnya.

Jika kita istiqomah maka Allah SWT akan memberikan banyak kebaikan seperti dalam firman-Nya surat Fushshilat ayat 30 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”

Demikian pula Rasulullah SAW bersabda, “Inna ahabbal ‘amali ‘indaLlaahi adwaamuhaa wa in qalla”. Sesungguhnya amal yang lebih dicintai di sisi Allah adalah amal yang terus menerus (dawam) walaupun sedikit. Amal yang kontinyu walaupun sedikit lebih baik daripada amal yang banyak tetapi terputus. Konsistensi, kesinambungan adalah kata kunci meraih prestasi, baik prestasi akhirat maupun dunia.

Kita melihat, orang yang sukses di dunia adalah orang yang serius di dalam melakukan urusan pekerjaannya. Orang yang berhasil menjadi direktur di sebuah perusahaan besar adalah orang yang meniti karir sejak awal dan memiliki kecakapan di bidang pekerjaannya itu. Seorang Jenderal bukanlah orang yang baru kemarin sore lulus dari pendidikan tentara, tetapi orang yang telah lama ditempa oleh berbagai pengalaman lapangan di berbagai wilayah. Orang yang terus-menerus dan selalu serius, tekun, rajin, sabar dalam melakukan pekerjaannya, itulah orang yang akan sukses. Ungkapan mengatakan, “Man Jadda Wajada.” Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan dapat. Al Quran juga memberikan motivasi bagi kita untuk sungguh-sungguh melakukan suatu pekerjaan. “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Al Insyirah : 7)

Jika demikian yang kita saksikan rumus kesuksesan untuk urusan kehidupan sehari-hari, sama halnya dengan rumus kesuksesan untuk urusan akhirat kita. Konsistensi dalam melaksanakan apa yang telah kita lakukan selama bulan Ramadhan adalah salah satu pertanda ketakwaan dalam diri kita.

Telah mafhum bersama bahwa tujuan manusia diciptakan di muka bumi ini adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Sementara, tujuan ibadah tidak lain agar menjadi insan bertakwa. Di sisi lain Allah SWT juga menyebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia di bumi adalah dalam rangka memakmurkan bumi sebagaimana firman-Nya, “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Hud : 61)

Dari ayat tersebut nampak bahwa manusia diciptakan agar memakmurkan bumi (al-isti’maru fil ardhi). Karena itu kita sebagai kaum muslimin adalah orang yang terdepan di dalam memakmurkan bumi, membangun negeri kita dan mensejahterakan masyarakat. Ketakwaan yang kita miliki bukanlah menjadikan kita menjauh sepenuhnya dari dunia, tetapi justru nilai takwa itu menjadi motivasi internal kita dalam mengerjakan urusan dunia. Ketika kita bekerja, kita memiliki bekal takwa di dalam diri kita sehingga kita tidak akan berbuat curang, dusta, korupsi, zhalim, destruktif atau berbuat fasik. Takwa menjadikan kita sebagai orang yang bekerja dengan lurus, jujur, adil, konstruktif, amanah, profesional dan sebagainya. Dalam urusan profesionalisme ternyata Islam sangat menjunjung tinggi hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan derajat hasan. “InnaLlaaha yuhibbu idzaa ‘amila ahadukum ‘amalan an yutqinahu.” Sesungguhnya Allah Ta’ala menyukai jika salah seorang di antara kalian beramal maka ia melakukannya dengan itqan / profesional.

Motivasi inilah yang semestinya menjadikan kaum muslimin selain menjadi kaum yang terdepan dalam urusan akhirat, juga kaum yang profesional dalam urusan dunia. Sebab bagi kita, dunia adalah ladang akhirat. Ad-dunya mazro’atul akhirah. Sukses dan profesional di dunia, jika selalu dikaitkan dengan motivasi kuat untuk meraih kesuksesan akhirat akan menjadikan kita bahagia di dunia dan akhirat, persis seperti yang kita baca dalam doa-doa kita

 

Hadirin jama’ah shalat Ied yang dirahmati Allah SWT

Disinilah kita menemukan relevansi antara takwa dalam ibadah puasa dengan peran muslim dalam membangun negeri. Takwa menjadi modal kita dalam melakukan apapun pekerjaan kita yang halal dan thayyib. Dan di dalam pekerjaan kita tersebut, pesan Nabi agar profesional dalam beramal menjadi motivasi kuat, karena kita menyadari bahwa profesionalisme akan memberikan pahala bagi kita karena Allah SWT menyukainya. Kita harus menjadi ummat yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Khairukum anfa’uhum linnaasi, demikian kata Nabi. Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Demikianlah, karena Nabi diturunkan dengan membawa agama Islam sebagai rahmatan lil ‘alamien, karena itu demikian pula dengan kita sebagai ummatnya. Marilah kita bekerja di bidang kita masing-masing dengan memberi kemanfaatan, tidak hanya bagi kaum muslimin namun juga untuk seluruh manusia. Dan hal ini dilandasi oleh motivasi takwa yang telah kita raih dalam puasa di bulan Ramadhan ini.

Marilah sama-sama kita akhiri khutbah Idul Fitri ini dengan berharap kepada Allah SWT, agar Allah SWT menerima segala ibadah kita di bulan Ramadhan lalu, baik puasa, shalat fardhu, zakat infaq sedekah dan wakaf, tilawah Quran, tarawih, witir, tahajjud, dhuha dan sholat sunnah lainnya, i’tikaf dan amal ibadah lainnya. Kita berdoa kepada Allah SWT agar segala amal yang telah lakukan telah mencukupi syarat bagi kita menjadi insan yang bertakwa. Kita juga meminta kepada Allah SWT agar selalu menjaga diri dan keluarga kita selepas bulan Ramadhan agar mampu istiqomah dalam beribadah. Dan kita memohon kepada Allah SWT agar kita masih dapat bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Amien ya Rabbal ‘Alamien…

 

(Doa dalam bahasa Arab)

 

Wassalaamu’alaikum warahmatuLlaahi wabarakaatuhu.