Home » ilmu hisab » Seputar Hisab dan Rukyat

Seputar Hisab dan Rukyat

Pertama kali kita perlu membedakan antara moon (al qamar) dengan month (asy syahr), karena keduanya sama-sama diterjemahkan sebagai bulan. Saya ingin membedakan penulisannya menjadi rembulan dan bulan kalender.

Rembulan adalah benda langit yang bergerak mengitari bumi, serta bersama-sama bumi bergerak mengitari matahari. Pergerakan rembulan dan matahari sesungguhnya saat ini dapat dihitung dengan ketelitian yang sangat tinggi, sesuai dengan surat Ar Rahman ayat 5. Algoritma paling modern dan paling akurat untuk menghitung posisi rembulan adalah ELP karya Chapront (Perancis) sedangkan untuk posisi matahari adalah VSOP87 karya Bretagnon (Perancis)

http://en.wikipedia.org/wiki/Ephemeride_Lunaire_Parisienne

http://en.wikipedia.org/wiki/VSOP87#VSOP87

Kedua algoritma tersebut dikatakan paling akurat karena memiliki suku-suku koreksi yang banyak sekali hingga ribuan suku. Kedua algoritma itu lalu disederhanakan oleh Jean Meeus (Belgia), dimana banyak dari suku-suku koreksi yang kecil-kecil itu dibuang atau diabaikan sehingga yang diambil hanya suku-suku koreksi yang besar-besar saja yang jumlahnya puluhan hingga ratusan. Meskipun demikian, akurasinya masih tetap tinggi. Nah, saya biasa menghitung dengan algoritma Meeus ini. Referensi paling bagus adalah buku Jean Meeus “Astronomical Algorithm”.

Jadi, dengan adanya algoritma yang akurat untuk menentukan posisi rembulan dan matahari, sebetulnya soal ini sudah selesai. Kapan saja, posisi rembulan baik bujur (ecliptical longitude) dan lintang ekliptika (ecliptical latitude), jarak bumi-rembulan, deklinasi (declination), arah mata angin (azimuth) dan sudut ketinggian (altitude) rembulan, kapankah bulan dan matahari terbit (moonrise, sunrise) dan terbenam (moonset, sunset) dari tempat mana saja, itu semua bisa dihitung, dan dengan software atau Excel bisa diketahui dalam sekejab. Juga, kapan terjadi konjungsi (conjunction, ijtimak, new moon) dan rembulan purnama (opposition, full moon), atau ketika terjadi gerhana matahari (solar eclipse) dan gerhana bulan (lunar eclipse) tempat-tempat mana saja yang terkena fase total dan berapa lamanya, kapankah tepatnya 4 musim datang (equinox, summer dan winter solstice), semuanya ratusan bahkan ribuan tahun ke depan bisa dihitung dan diprediksi.

NASA sendiri menaruh perhatian besar pada soal-soal semacam ini. Bisa dilihat di websitenya yang memberikan data-data seperti gerhana, fase bulan dsb.

http://eclipse.gsfc.nasa.gov/eclipse.html

http://eclipse.gsfc.nasa.gov/phase/phase2001gmt.html

***

Sementara untuk bulan kalender, ini bergantung dari sistem kalender yang digunakan. Jika kalendernya adalah Masehi/Syamsiah/Gregorian, maka yang berperan adalah matahari, sementara rembulan sama sekali tidak berperan. Bahkan seandainya rembulan ditaqdirkan tidak ada, kalender Masehi akan tetap eksis.

Sementara untuk kalender Islam/Hijriah, maka rembulan menjadi faktor utama disamping matahari untuk menentukan kapan tanggal 1 dari suatu bulan kalender Islam. Sebagai contoh, suatu kriteria bulan kalender selalu mempersyaratkan terjadinya konjungsi, yang berarti terjadinya kondisi dimana bulan dan matahari sama-sama memiliki bujur ekliptika yang sama.

***

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menghubungkan antara data-data rembulan (yang telah diketahui secara detil) dengan masuknya bulan kalender? Tentu ironi, jika kita tahu posisi rembulan secara detil, namun masih sulit untuk bersepakat untuk menentukan masuknya bulan kalender.

***

Ada dua metode dan kriteria untuk menghubungkan antara rembulan dengan bulan kalender.

Pertama, hisab, yang juga bisa dibaca sebagai teori dan komputasi.

Kedua, rukyat, yang juga dibaca sebagai eksperimen.

Dalam dunia ilmiah, sebenarnya teori, komputasi dan eksperimen satu sama lain saling melengkapi.

Hisab sendiri bisa terbagi-bagi ke dalam beberapa kriteria, seperti

  • kriteria Libya, yaitu konjungsi sebelum fajar.
  • kriteria wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah, yaitu pada saat sunset, konjungsi sudah terjadi, bulan belum terbenam dan ketinggian titik pusat bulan positif di atas ufuk.
  • kriteria MABIMS, yaitu syarat konjungsi 8 jam sebelum maghrib, ketinggian minimal 2 deajat dan sudut elongasi 3 derajat.
  • kriteria Imkannurrukyat, dengan syarat ketinggian dan elongasi yang lebih besar dari kriteria MABIMS, juga ada variabel selisih minimal antara moonset dengan sunset. Kriteria Imkan itu sendiri bervariasi di kalangan para pengusungnya, dan belum ada satu kesepakatan.

Sementara rukyat juga bisa dibagi-bagi, seperti

  • rukyat lokal
  • rukyat global

Secara teknis, rukyat juga bisa dibagi menjadi (dalam bahasa saya)

  • rukyat belum terstandarisasi, dimana otoritas hanya mengandalkan kesaksian seseorang yang mengaku melihat hilal, tanpa memperhatikan variabel ilmiah, apakah yang dilihat itu betul-betul hilal sesuai dengan posisinya (karena posisi bulan dapat dihitung dengan ketelitian tinggi). Ini akan menyebabkan bisa jadi suatu otoritas menerima pengakuan, padahal posisi di langit yang ditunjuk oleh saksi yang mengaku melihat hilal sebenarnya bukan posisi hilal. Atau bahkan, mengaku melihat padahal hilal impossible dilihat karena berdasarkan perhitungan moonset sebelum sunset.
  • rukyat terstandarisasi, dimana ada bukti ilmiah bahwa jika hilal diklaim terlihat, maka itu sesuai dengan posisi yang sebenarnya, bahkan jika perlu dilengkapi dengan foto, video dsb sehingga bisa diverifikasi.

***

Khusus hisab wujudul hilal, ternyata ini adalah kriteria yang bersifat non-penampakan, sehingga tidak untuk dibandingkan dengan rukyat. Sementara hisab imkanurrukyat bersifat penampakan, karena hasilnya dibandingkan dengan rukyat.

Ada banyak diskusi seputar perbandingan kedua kriteria hisab, tetapi saya ingin menyebutkan beberapa diantaranya.

  • Kriteria Hisab wujudul hilal lebih simpel dibandingkan dengan kriteria hisab imkanurrukyat.
  • Jika rukyat terstandarisasi (juga dengan asumsi tanpa adanya false sighting) yang dijadikan sebagai patokan, memang hasil hisab wujudul hilal memiliki peluang berbeda dengan rukyat lebih besar daripada hisab imkanurrukyat. Namun demikian bukan berarti hisab imkanurrukyat selalu sama dengan rukyat. Tetap ada peluang berbeda antara hisab imkanurrukyat dengan rukyat, karena jika sudutnya kritis dan ada mendung yang merata, maka bisa jadi hisab imkanurrukyat mengatakan sudah masuk, tetapi rukyat mengatakan tidak.
  • Jika hisab imkannurrukyat dan rukyat mengatakan belum masuk, sementara hisab wujudul hilal mengatakan sudah masuk seperti yang terjadi sewaktu Iedul Fitri lalu, ada terjadi peristiwa sebagai berikut. Pada 29 maghrib, ketinggian hilal sekitar 2 derajat, sementara pada 30 maghrib, ketinggian hilal sudah mencapai sekitar 14-15 derajat. Jika Iedul Fitri ditetapkan pada tanggal 31, apakah ketinggian hilal pada 30 maghrib tidakkah terlalu tinggi?

***

Soal dalil agama manakah yang lebih kuat antara hisab dengan rukyat, biarlah itu wilayah ulama dan tokoh agama. Apakah rukyat itu ta’abbudi atau hanya wasilah. Saya hanya ingin membandingkannya dari sudut pandang lain.

  • Madzhab rukyat, sepengetahuan saya (belum ada survey), masih menjadi mayoritas yang dipakai oleh otoritas muslim di berbagai negara.
  • Rukyat (terlepas dari unsur-unsur false sighting) merupakan cara ummat Islam untuk merayakan hari besar dengan melakukan eksperimen ilmiah, berbeda dengan ummat agama atau etnis lain (seperti Kristiani untuk Paskah, Cina untuk Imlek, Budha untuk Waisak dll) yang hari besarnya bersumber dari fenomena alam bulan dan matahari tetapi tidak dilakukan eksperimen untuk itu.
  • Hisab (terlepas dari berbagai kriteria) lebih memberi kepastian untuk penyusunan kalender Islam dalam jangka panjang. Sementara rukyat memiliki unsur ketidakpastian yang bisa membawa dampak pada berbagai segi sosial budaya dan sebagainya.
  • Hisab bisa dilakukan dengan atau tanpa otoritas negara, sementara rukyat biasanya ditetapkan oleh otoritas tertentu.
  • Hisab lebih praktis, sederhana dan murah, sementara rukyat lebih rumit dan lebih mahal.

Demikian beberapa pokok pikiran saya.