Seperti diketahui, bidang khatulistiwa bumi (ekuator) berada dalam posisi miring terhadap bidang ekliptika (bidang edar bumi mengitari matahari) sebesar 23,5 derajat. Hal ini menimbulkan konsekuensi yaitu perubahan posisi semu matahari jika dilihat dari bumi. Misalnya, pada bulan Juni-Juli ini, matahari ada di belahan bumi utara, shg negara di belahan bumi utara akan merasakan siang yang panjang, termasuk durasi puasa.
Apa hikmah Allah SWT mentaqdirkan adanya kemiringan tersebut? Mengapa tidak dibuat bidang ekuator tepat sejajar dgn bidang ekliptika, atau sudutnya sama dengan nol?
Gambar 1. Kemiringan sumbu rotasi bumi terhadap bidang ekliptika sebesar 23,5 derajat (Sumber: Wikipedia)
Pertama, dengan adanya kemiringan tersebut, maka khususnya di negara dengan lintang tinggi akan merasakan variasi durasi siang dan malam sepanjang tahun. Di belahan bumi utara, siang akan lama di sekitar bulan Juni sebaliknya siang akan singkat di sekitar bulan Desember. Kebalikannya akan berlaku di belahan bumi selatan.
Jika bidang ekuator tdk miring, maka seluruh dunia akan merasakan situasi seperti di bulan Maret atau September, yaitu durasi siang dan malam sama. Namun suhu udara akan berbeda di setiap tempat. Di dekat khatulistiwa seperti Indonesia, suhu udara akan terus panas seperti biasanya. Namun di daerah lintang tinggi, suhu udaranya akan jauh lebih dingin daripada di daerah khatulistiwa.
Ambil contoh daerah lintang tinggi di Swedia. Di bulan Maret suhu di Swedia berkisar antara -3 hingga 3 derajat. Jika bidang ekuator tidak miring, maka suhu di Swedia sepanjang tahun akan berkisar pada suhu sekitar 0 derajat C. Sementara, dgn adanya kemiringan bidang ekuator, maka Swedia akan merasakan suhu yang hangat sekitar 20 C di pertengahan tahun, dengan kompensasi suhu di bawah nol pada akhir tahun. Barangkali lebih nyaman ada variasi suhu dalam setahun, dibanding suhunya tetap dalam setahu tetapi dingin terus.
Buat mereka di lintang sangat tinggi, ada momen pada hari-hari tertentu dimana matahari tidak pernah terbenam, dan pergantian hari saat pukul jam 12 “malam” dirayakan saat matahari justru ada di atas mereka.
Kedua, dengan kemiringan tersebut, implikasinya posisi matahari saat terbit akan berbeda-berbeda selama setahun. Ada kalanya pas di timur, lalu berubah bergeser agak ke utara, kembali ke timur lagi, bergeser ke selatan, kembali ke timur dan seterusnya. Mungkin pengaruhnya bagi tumbuhan dan sejenisnya, berbagai sisi tumbuhan akan menerima intensitas cahaya matahari saat pagi yang lebih merata, dibandingkan kalau matahari selalu terbit dari satu titik saja ketika ekuator tidak miring. Juga mungkin ada efek pada warna cat dinding yang lebih merata tersinari matahari.
Ketiga, dengan sudut deklinasi matahari maksimal sebesar 23,5 derajat pada sekitar tgl 22 Juni, maka ada kondisi dimana sudut deklinasi ini tepat sama dengan lintang geografis Ka’bah sebesar sekitar 21,4 derajat. Akibatnya matahari tepat di atas Ka’bah sebanyak dua kali, yaitu sekitar tanggal 28 Mei dan 16 Juli. Fenomena ini dapat digunakan untuk meluruskan arah kiblat.
Jika lintang Ka’bah lebih besar dari sudut kemiringan bidang ekuator, atau sudut kemiringan yang lebih kecil dari lintang Ka’bah, maka matahari tidak akan pernah bisa berada tepat di atas Ka’bah.
Demikianlah sejumlah hikmah, di samping hikmah-hikmah lainnya yang masih dapat digali. Semoga bermanfaat.