Home » islam » Menghafal Al Quran

Menghafal Al Quran

al-quran

Ini ringkasan dan modifikasi dari tulisan DR. Yusuf Qaradhawy tentang Menghafal Al Quran. Semoga bermanfaat.

***

Salah satu karakteristik Al Quran adalah dimudahkan untuk dihafal dan diulang-ulang untuk diingat dan fahami.

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al Qamar:17)

Dalam lafazh-lafazh Al Quran, redaksi-redaksinya, dan ayat-ayatnya mengandung keindahan, kenikmatan dan kemudahan, sehingga mudah unuk dihafal bagi orang yang ingin menghafalnya.

Ada ribuan bahkan puluhan ribu kaum Muslimin yang menghafal Al Quran, dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang belum menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih kanak-anak itu, mereka tidak mengetahui nilai kitab suci, juga apakah ia suci atau tidak, namun tetap saja Al Quran dihafal oleh bilangan orang yang banyak itu.

Kita mendapati banyak non-Arab yang hafalannya amat bagus: seperti saudara-saudara kita dari India, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan, Turki, Senegal dan Muslim Asia-Afrika lainnya, padahal mereka tidak memahami bahasa Arab.

Dalam musabaqah-musabaqah menghafal Al Quran di negeri Qatar, ada yang menghafal demikian bagusnya sehingga seperti sebuah kaset rekaman Al Quran, yang tidak melupakan satu huruf-pun dari Al Quran, atau satu kata darinya, namun demikian ketika ditanya (dengan bahasa Arab): siapa nama Anda? Ia tidak dapat menjawab! Karena ia tidak memahami bahasa Arab.

Ini semua adalah perwujudan dari firman Allah SWT:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya“. (Al Hijr: 9).

Allah SWT telah menjamin pemeliharaan Al Quran, diantaranya melalui orang yang menghafalnya, dari satu generasi ke generasi lainnya. Seorang anak di Bangladesh telah hafal Al Quran saat ia berusia sembilan tahun. Di Mesir anak telah hafal Al Quran saat ia berusia tujuh tahun, seperti yang telah disaksikan dalam musabaqah tahfizh Al Quran.

Ada orang yang mengkritik kegiatan menghafal Al Quran pada saat kanak-kanak, karena ia menghafalnya tanpa pemahaman, dan manusia tidak seharusnya menghafal apa yang tidak ia fahami.

Namun hal ini ini tidak boleh diaplikasikan bagi Al Quran, karena tidak mengapa seorang anak menghafal Al Quran pada masa kanak-kanak untuk kemudian memahaminya pada saat dewasa. Karena menghafal pada saat kanak-kanak seperti memahat di atas batu. Kami telah menghafal Al Quran dan menyimpannya dalam hati semenjak masa kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat kepada kami saat dewasa.

Diantara manfaat menghafal Al Quran pada masa kanak-kanak adalah: meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan mengucapkannya sesuai denan makhraj hurufnya.

***

Keutamaan Menghafal Al Quran

Banyak hadits Rasulullah SAW yang mendorong untuk menghafal Al Quran, atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu Muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah SWT. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu`:

Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” Hadits diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas, ia berkata: hadits ini hasan sahih

Rasulullah SAW memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca Al Quran dan menghafalnya, memberitahukan kedudukan mereka, serta mengedepankan mereka dibandingkan orang lain.

Dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hafalan Al Quran-nya. Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW : Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hafal, hai fulan? Ia menjawab: Aku telah hafal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW kembali bertanya: Apakah engkau hafal surah Al Baqarah? Ia menjawab: Betul. Rasulullah SAW bersabda: Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu! Salah seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata: Demi Allah, aku tidak mempelajari dan menghafal surah Al Baqarah semata karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya. Mendengar komentar itu, Rasulullah SAW bersabda: Pelajarilah Al Quran dan bacalah, karena perumpamaan orang yang mempelajari Al Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan minyak misik, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang mempelajarinya kemudia ia tidur dan dalam dirinya terdapat hafalan Al Quran adalah seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misik. Hadits hasan diriwayatkan oleh Tirmidzi

Jika tadi kedudukan pada saat hidup, maka saat mati-pun, Rasulullah SAW mendahulukan orang yang menghafal lebih banyak dari yang lainnya dalam kuburnya, seperti terjadi dalam mengurus syuhada perang Uhud.

Balasan Allah SWT di akhirat tidak hanya bagi para penghafal dan ahli Al Quran saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al Quran.

Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya: Mengapa kami dipakaikan jubah ini. Dijawab: Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran.” Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilanya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (21872) dan Ad Darimi dalam Sunannya (3257).

Kedua orang itu mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al Quran semenjak kecil. Dan dalam hadits terdapat dorongan bagi para bapak dan ibu untuk mengarahkan anak-anak mereka untuk menghafal Al Quran semenjak kecil.

Ibnu Mas`ud berkata: Rumah yang paling kosong dan lengang adalah rumah yang tidak mengandung sedikitpun bagian dari Kitab Allah SWT. Diriwayatkan oleh Al Hakim dari Ibnu Mas`ud secara mauquf

Umar berkata: Jika seseorang telah mempelajari surah Al Baqarah dan Ali Imran maka ia telah tampak terhormat di mata kami! Artinya ia menjadi orang yang mempunyai kehormatan dan kedudukan di mata kami.

Saat Umar mengkhatamkan surah Al Baqarah, ia menyembelih unta sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT atas nikmat itu.

Ibnu Mas`ud berkata: Al Quran ini adalah hidangan Allah SWT, maka barangsiapa yang dapat mempelajari sesuatu dari Al Quran hendaknya ia mempelajarinya. Karena rumah yang paling kosong dari kebaikan adalah rumah yang di dalamnya tidak ada sedikitpun kitab Allah SWT. Rumah yang tidak ada sesuatupun di dalamnya dari kitab Allah, adalah seperti rumah kosong yang tidak berpenghuni. Dan syaitan akan keluar dari rumah yang di dalamnya dibaca surah Al Baqarah.

Ibnu Masu`d berkata pula: Segala sesuatu mempunyai puncak, dan puncak Al Quran adalah: Surah al Baqarah. Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Fadhail al Quran, dan ia menilai sahih isnadnya (1/561), serta disetujui oleh Adz Dzahabi. Ia meriwayatkannya secara marfu.

***

Etika para Penghafal Al Quran

Para penghafal Al Quran benar-benar menjadi keluarga Al Quran, seperti sabda Rasulullah SAW: Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia. Beliau ditanya: siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Ahli Al Quran, mereka adalah keluarga Allah Saw dan orang-orang dekat-Nya. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai, Ibnu Majah dan al Hakim.

1. Selalu Bersama Al Quran

Etika pertama adalah selalu bersama Al Quran, sehingga Al Quran tidak hilang dari ingatannya. Yaitu dengan terus membacanya dari hafalannya, dengan membaca mushaf, dengan mendengarkan pembaca yang bagus, dari radio atau kaset rekaman para qari yang terkenal.

Dari Ibnu Umar r.a.: bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perumpamaan orang yang hafal Al Quran adalah seperti pemilik unta yang terikat, jika ia terus menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia lepaskan maka ia akan segera hilang. Hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dan Muslim menambahkan dalam riwayatnya: Jika ia menjaganya, dan membacanya pada malam dan siang hari, maka ia dapat terus mengingatnya, sedangkan jika tidak, maka ia akan melupakannya.

Dari Abdullah bin Mas`ud r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Amat buruk orang yang berkata: Aku telah melupakan hafalan ayat ini dan ayat itu, namun sebenarnya ia dilupakan. Terus ulang-ulanglah hafalan Al Quran, karena ia lebih cepat pergi dari dada manusia, dari perginya unta dari ikatannya. Hadits riwayat Bukhari-Muslim

Penghafal Al Quran harus menjadikan Al Quran sebagai temannya dalam kesendiriannya, serta penghiburnya dalam kegelisahannya, sehingga ia tidak berkurang dari hafalannya. Qasim bin Abdurrahman berkata: Aku bertanya kepada sebagian kaum sufi: tidak ada seorangpun yang menjadi teman kesepianmu di sini? Ia mengulurkan tangannya ke mushaf, dan meletakkannya di atas batu dan berkata: inilah teman kesepianku!

As Suyuthi berbicara tentang hukum melupakan Al Quran, ia berkata: melupakan hafalan Al Quran adalah dosa besar, seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab Ar Raudhah dan ulama lainnya. Dari hadits yang diriwayatkan Abu Daud: Dosa-dosa umatku diperlihatkan kepadaku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar dari dosa seseorang yang diberi ni`mat hafal Al Quran atau suatu ayat, kemudian ia melupakannya

Hadits Abi Daud ini dikatakan oleh Tirmizi, hadits itu gharib (atau dha`if). Dan ketika Imam Bukhari ditunjukkan hadits itu, ia tidak mengetahuinya

Jika hadits-hadits yang dijadikan landasan orang yang mengatakan bahwa melupakan Al Quran adalah dosa besar, telah jelas kelemahannya, maka yang tersisa adalah celaan terhadap tindakan melupakan Al Quran itu. Karena sang penghafal itu jarang mengulangnya, namun tidak sampai kepada keharaman, apalagi menjadi dosa besar.

Namun yang paling kuat adalah, ia merupakan perkara yang makruh dengan sangat. Dan tidak pantas bagi seorang Muslim yang memiliki perbendaharaan hafalan Al Quran yang amat berharga ini menyia-nyiakannya, hingga hilang darinya.

Yang membuat kami (Dr. Yusuf Qaradhawy) mengatakan hal ini adalah: kami takut (ancaman dosa besar) ini membuat orang enggan menghafal Al Quran, karena ia mempunyai kemungkinan melupakan hafalannya itu, dan akibatnya ia mendapatkan dosa besar, sementara jika ia tidak menghafalnya sama sekali, ia tidak terancam mendapatkan dosa sedikitpun.

2. Berakhlaq dengan Akhlaq Al Quran

Orang yang menghafal Al Quran hendaklah berakhlak dengan akhlak Al Quran. Seperti Nabi Muhammad Saw. Aisyah r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab: Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran. Hadits riwayat Muslim.

Penghafal Al Quran harus menjadi kaca yang padanya orang dapat melihat aqidah Al Quran, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya, dan agar ia membaca Al Quran dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilakunya.

Ibnu Mas`ud r.a. berkata: Penghafal Al Quran harus dikenal dengan malamnya saat manusia tidur, dan dengan siangnya saat manusia sedang tertawa, dengan diamnya saat manusia berbicara, dan dengan khusyu`nya saat manusia gelisah. Penghafal Al Quran harus tenang dan lembut, tidak keras, tidak sombong, tidak bersuara kasar atau berisik dan tidak cepat marah.

Ibnu Mas`ud r.a. seakan sedang berbicara kepada dirinya sendiri, karena ia adalah salah seorang imam penghafal Al Quran, dan ia menjadi orang yang betul-betul sesuai dengan predikat penghafal Al Quran. Ibnu Mas`ud juga mengecam orang-orang yang: Al Quran diturunkan kepada mereka agar mereka mengamalkan isinya, namun ia hanya menjadikan kegiatan mempelajari Al Quran itu sebagai amalnya! Salah seorang dari mereka dapat membaca Al Quran dari awal hingga akhirnya tanpa salah satu huruf-pun, namun ia tidak mengamalkan apa yang terdapat dalam Al Quran itu.

Seorang zahid yang terkenal, Fudhail bin `Iyadh, berkata: Pembawa (penghafal) Al Quran adalah pembawa bendera Islam, maka ia tidak boleh bermain-main bersama orang-orang yang senang bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri dan tidak bercanda bersama orang yang bercanda, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak Al Quran.

Ia berkata: Seorang penghafal Al Quran harus tidak butuh kepada orang lain, tidak kepada para khalifah, dan tidak pula kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Sebaliknya, ia harus menjadi tumpuan kebutuhan orang.

Sebagian salaf berkata: Ada seorang hamba yang saat memulai membaca satu surah Al Quran, maka malaikat akan terus berdoa baginya hingga ia selesai membacanya.

Dan ada orang yang membaca satu surah Al Quran, namun malaikat terus melaknatnya hingga ia selesai membacanya. Seseorang bertanya kepadanya: Mengapa bisa terjadi seperti itu? Ia menjawab: Jika ia menghalalkan apa yang dihalalkan Al Quran dan mengharamkan apa yang diharamkan Al Quran maka malaikat akan berdoa baginya, namun jika sebaliknya maka malaikat akan melaknatnya!

Sebagian ulama berkata: Ada seseorang yang membaca Al Quran dan ia sedang melaknat dirinya sendiri tanpa sadar. Ia membaca: Alaa la`natullah `ala azh-zhaalimiin (sesungguhnya laknat Allah diberikan kepada orang-orang zalim), sementara ia adalah orang yang zalim.

Inilah makna perkata Anas bin Malik r.a.: Ada orang yang membaca Al Quran, dan Al Quran itu melaknatnya!

Al Hasan berkata: Kalian menjadikan membaca Al Quran sebagai stasiun dan menjadikan malam sebagai unta (kendaraan), yang kalian kendarai, dan dengannya kalian melewati stasiun itu. sementara orang-orang sebelum kalian jika melihat risalah-risalah dari Rabb mereka, maka mereka segera mentadabburinya pada malam hari, dan melaksanakan isinya pada siang hari.

Dalam peperangan Yamamah, saat memerangi Musailimah al Kazzab, sejumlah besar penghafal Al Quran mendapatkan mati syahid, karena mereka selalu berada di barisan terdepan. Hingga ada yang mengatakan: mereka berjumlah tujuh ratus orang. Inilah yang mendorong dilakukannya pembukuan Al Quran, karena ditakutkan para penghafal Al Quran habis dalam medan jihad.

Cara menghafal mereka membantu mereka untuk melaksanakan isi Al Quran itu. Perhatian mereka tidak hanya untuk menghafal kalimat-kalimat dalam Al Quran itu saja. Namun yang mereka perhatikan adalah memahami makna dan mengikutinya, baik dalam bagian perintah maupun larangan.

Imam Abu Amru Ad Dani menulis dengan sanadnya dari Utsman dan Ibnu Mas`ud serta Ubay r.a.: Rasulullah SAW membacakan kepada mereka sepuluh ayat, dan mereka tidak meninggalkan ayat itu untuk menghafal sepuluh ayat selanjutnya, hingga mereka telah belajar untuk menjalankan apa yang yang terdapat dalam sepuluh ayat itu. Mereka berkata: Kami mempelajari Al Quran dan beramal dengannya sekaligus.

Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Mushannafnya dari Abdurrahman As Sulami, ia berkata: Kami, jika mempelajari sepuluh ayat Al Quran, tidak akan mempelajari sepuluh ayat selanjutnya, hingga kami mengetahui halal dan haramnya, serta perintah dan larangannya (terlebih dahulu).

Dalam kitab Muwath-tha Malik ia mengatakan: disampaikan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar mempelajari surah Al Baqarah selama delapan tahun. Hal itu terjadi karena ia mempelajarinya untuk kemudian mengamalkan kandungannya, ia memerintahkan dengan perintahnya, dan melarang dari larangan-larangannya, dan berhenti pada batas-batas yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu Ibnu Mas`ud berkata: Kami merasa kesulitan menghafal Al Quran, namun kami mudah menjalankan isinya. Sedangkan orang setelah kami merasakan mudah menghafal kalimat-kalimat Al Quran, namun mereka kesulitan untuk menjalankan isinya.

Dari Ibnu Umar ia berkata: Orang yang mulia dari sahabat Rasulullah SAW dari generasi pertama umat ini, hanya menghafal satu surah dan sejenisnya, namun mereka diberikan rezki untuk beramal sesuai dengan Al Quran. Sementara generasi akhir dari umat ini, mereka membaca Al Quran, dari anak kecil hingga orang buta, namun mereka tidak diberikan rezki untuk mengamalkan isinya.

Mu`adz bin Jabal berkata: Pelajarilah apa yang kalian hendaki untuk diketahui, namun Allah SWT tidak akan memberikan pahala kepada kalian hingga kalian beramal.

3. Ikhlash dalam Mempelajari Al Quran

Para pengkaji dan penghafal Al Quran harus mengikhlaskan niatnya, dan mencari keridhaan Allah SWT semata, dan semata untuk Allah SWT dalam mempelajari dan mengajarkan Al Quran itu, tidak bersikap pamer di hadapan manusia, juga tidak untuk mencari dunia.

Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Orang yang pertama kali disidangkan pada hari Kiamat ada seorang yang dinilai mati syahid. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Aku berperang membela-Mu hingga aku mati syahid. Allah SWT mengomentari: Engkau berdusta, karena engkau berperang hanya untuk dikatakan sebagai si pemberani, dan itu sudah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Kemudian seseorang yang telah mempelajari Al Quran, mengajarkannya dan membaca Al Quran. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? ia menjawab: Aku mempelajari Al Quran, dan mengajarkannya kepada manusia, dan aku membaca Al Quran demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawabannya itu: Engkau berdusta, karena engkau mempelajari Al Quran agar dikatakan orang sebagai orang alim, dan engkau membaca Al Quran agar manusia mengatakan: dia seorang qari. Dan itu sudah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Selanjutnya seseorang yang Allah SWT berikan keluasan harta, dan kepadanya diberikan seluruh macam kekayaan. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Setiap aku mendapati jalan dan usaha kebaikan yang Engkau senangi agar aku nafkahkan hartaku untuknya, aku segera menginfakkan hartaku demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawabannya itu: Engkau berdusta, karena engkau melakukan itu semua agar dikatakan sebagai seorang dermawan, dan itu telah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka.

At Tirmidzi meriwayatkan hadits ini: kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku dan bersabda: Wahai Abu Hurairah, tiga orang itu adalah makhluk Allah SWT yang pertama yang dibakar oleh api neraka pada hari kiamat. Ibnu Abdil Barr berkata: hadits adalah bagi orang yang berniat dengan ilmu dan amalnya bukan karena Allah SWT.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi bahwa beliau bersabda: Siapa yang mencari ilmu bukan karena Allah atau ia bertujuan bukan untuk Allah maka bersiap-siaplah ia menempati tempatnya di neraka.

Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya semata untuk Allah, namun ia mencarinya untuk mendapatkan dunia, maka ia tidak dapat mencium bau surga pada hari Kiamat. Tirmizi berkata: hadits ini hasan.

Para penghafal Al Quran dan penuntut ilmu harus bertakwa kepada Allah SWT dalam dirinya, dan mengikhlaskan amalnya kepada-Nya. Sedangkan perbuatan dan niat buruk yang pernah terjadi sebelumnya, maka hendaknya ia segera bertaubat dan kembali kepada Allah SWT, untuk kemudian memulai dengan keikhlasan dalam menuntut ilmu dan beramal.

`Alqamah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud ia berkata: Apa yang akan kalian lakukan jika kalian mendapatkan fitnah yang membuat anak kecil menjadi segera menjadi dewasa dan membuat orang tua menjadi tua renta, dan itu dijadikan sunnah (tradisi) yang diikuti oleh manusia, jika hal itu ia merubah sedikit saja hal itu, maka ada yang segera mengatakan: Apakah engkau mau merubah sunnah? Seseorang bertanya: kapan itu terjadi wahai Aba Abdirrahman? Ia menjawab: hal itu terjadi jika para qurra (pembaca dan penghafal Al Quran) kalian banyak, namun sedikit ulama sejati kalian, para pemimpin kalian banyak, namun sedikit mereka yang jujur dan amanah, engkau mencari dunia dengan amal akhirat, dan mempelajari agama bukan untuk tujuan agama. Al Munziri berkata dalam At Targhiib: diriwayatkan oleh Abdurrazaq secara mauquf.

***

Kewajiban-kewajiban bagi Penghafal Al Quran

Dalam muqaddimah tafsirnya, Al Qurthubi berkata dalam Bab tentang Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Penghafal Al Quran bagi Dirinya, dan Tidak Melalaikannya.

Pertama, ikhlas dalam menuntut ilmu seperti telah dibahas sebelumnya, dan agar membaca Al Quran pada malam dan siang hari, dalam shalat dan di luarnya, hingga ia tidak melupakannya.

Dan ia harus memuji Allah SWT, mensyukuri nikmat-nikmat-Nya, berdzikir kepada-Nya, bertawakkal kepada-Nya, meminta tolong kepada-Nya, bertujuan untuk-Nya, meminta penjagaan kepada-Nya dan mengingat kematian serta mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian. Ia harus mengkhawatirkan dosanya, meminta ampunan kepada Rabb-nya, dan hendaknya perasaan takut dalam keadaan sehat lebih ia rasakan, karena ia tidak tahu kapan akan menemui ajalnya, dan harapan kepada Rabb-nya saat ia menemui ajal hendaknya lebih kuat dalam dirinya, dan berperasangka baik kepada Allah SWT.

Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda: Jangan mati seseorang dari kalian, kecuali ia berperasangka baik kepada Allah SWT.

Hendaknya ia menjaga kelurusan hidupnya, serta menjauhkan dirinya sedapat mungkin dari godaan dunianya, dan ia berusaha keras dalam hal itu sekuat tenaga. Dan hendaknya perkaranya yang paling penting adalah wara` dalam agamanya, bertaqwa kepada Allah SWT, dan memperhatikan perintah dan larangan Allah SWT.

Ia harus bertawadhu` terhadap para fakir miskin, menjauhkan takabbur dan memuji diri sendiri, menjauhi dunia dan anak-anak dunia jika ia takut terhadap fitnah, meninggalkan pertengkaran dan perdebatan, serta bersikap lembut dan berakhlak mulia. Ia harus menjadi orang yang tidak menimbulkan kejahatan, kebaikannya diharapkan, tidak membuat kerusakan, tidak memperdulikan orang yang mengadu dombanya, bersahabat dengan orang yang membantunya dalam melakukan kebaikan, yang menunjukkannya kepada kejujuran dan akhlak yang mulia, serta yang membersihkan dirinya bukan mengotorinya.

Hendaknya ia mempelajari hukum-hukum Al Quran dan meminta pemahaman dari Allah SWT akan keinginan-Nya dan kewajiban yang harus ia jalankan, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari apa yang ia baca, mengerjakan apa yang baca, karena bagaimana mungkin ia mengamalkan sesuatu yang ia tidak pahami? Dan alangkah buruknya orang yang ditanyakan tentang apa yang ia baca namun ia tidak tahu.

Ia harus mengetahui bagian Al Quran Makiah dan Madaniah, sehingga ia mengetahui mana yang ditujukan kepada manusia pada awal Islam, dan mana yang diturunkan pada akhir masa kenabian, apa yang diwajibkan oleh Allah SWT pada awal Islam, dan apa yang ditambah kemudian dari kewajiban-kewajiban itu pada masa akhir kenabian.

Al Qurthubi berkata: Jika point-point tadi telah dikuasai oleh penghafal Al Quran, maka ia menjadi oryang ahli Al Quran, dan ia menjadi orang yang dekat Allah SWT. Ia tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang kami sebutkan sebelumnya hingga ia mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWT semata, baik saat ia menuntut ilmu maupun setelahnya. Seorang penuntut ilmu dapat saja memulia pencariannya itu dengan tujuan untuk kebanggaan dan kemuliaan dunia, hingga akhirnya ia mengetahui kesalahan niatnya itu, maka ia bertaubat dari hal itu dan mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWT, dan iapun dapat mengambil manfaat darinya dan memperbaiki perilakunya.

Al Hasan berkata: Kami sebelumnya menuntut ilmu karena dunia, namun kemudian kami tarik diri kami ke akhirat. Sufyan Tsauri juga berkata seperti itu. sementara Habib bin Abi Tsabit berkata: Kami menuntut ilmu tidak disertai niat, kemudian datang niat itu setelahnya.

***

Mengajarkan Al Quran

Bukhari meriwayatkan dalam kitab sahihnya dari Utsman r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya.

Al Quran adalah objek yang paling utama untuk dipelajari dan diajarkan.

Zarkasyi berkata dalam kitabnya Al Burhan : Para ulama mengatakan: Mengajarkan Al Quran adalah fardhu kifayah, demikian juga menghafalnya, adalah wajib bagi umat Islam. Makna kewajiban itu adalah agar jumlah mata rantai berita mutawatir tidak terputus, dan tidak terjadi penggantian dan perubahan terhadap Al Quran. Jika sebagian orang mengerjakan kewajiban itu, maka kewajiban itu terbebas bagi yang lainnya. Jika tidak, maka semua umat Islam mendapatkan dosa. Jika dalam suatu negeri atau kampung tidak ada yang membaca Al Quran, maka semua penduduk negeri itu mendapatkan dosa. Jika ada sekelompok orang yang dapat mengajarkan Al Quran, kemudian ia diminta untuk mengajar, namun ia menolak, ia tidak berdosa menurut pendapat yang paling sahih.

Dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab At Tibyan. Bentuk masalah ini adalah: jika sesuatu maslahat tidak hilang dengan penundaan itu maka ia dapat menolak. Sementara jika hilang, maka ia tidak boleh menolak permintaan itu.

Al Quran mendefinisikan tugas Nabi Saw adalah mengajarkan Al Quran dan Hikmah dalam empat ayat Al Quran (Surat Al Baqarah 129, 151, Surat Ali Imran 164, Surat Al Jumuah 2). Dan tentunya yang dimaksudkan dengan mengajarkan ini bukan mengajarkan menghafal dengan dalil perintah itu diiringi dengan tugas membacakan ayat-ayat Al Quran kepada mereka: Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah (Ali Imran: 164). Maka mengajar lebih khusus dari membaca. Belajar dan mengajar inilah yang diungkapkan oleh sebagian hadits sebagai tadaarus.

Dalam sahih Muslim dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: Setiap sekelompok orang berkumpul di suatu rumah Allah, membaca kitab Allah, dan mentadaruskan Al Quran di antara mereka, maka ketenangan akan diturunkan kepada mereka, dan mereka akan dipenuhi oleh rahmat Allah, dikelilingi para Malaikat, dan Allah SWT akan mengingat dan menyebut mereka yang hadir di majlis itu.

Makna tadarus Al Quran adalah: berusaha untuk mengetahui lafazh-lafazh dan redaksinya, pemahaman dan maknanya, serta ibrah yang dikandungnya, serta hukum-hukum dan etika yang diajarkannya.

At-Tadarus adalah wazan tafa`ul dari ad-dars, maknanya adalah: salah satu pihak atau beberapa pihak mengajukan pertanyaan, dan pihak lainnya menjawab pertanyaan itu, pihak ketiga mengkaji lebih lanjut, dan pihak selanjunya berusaha mengoreksi atau melengkapinya. Inilah yang dimaksud dengan tadarus.

Tadarus inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw bersama utusan wahyu Jibril a.s. pada bulan Ramadhan setiap tahun. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas s.a., saat Jibril turun kepada Rasulullah SAW, dan mentadaruskan Al Quran bersama beliau. Hadits diriwayatkan oleh Bukhari

Mudarasah (pengkajian) Al Quran yang paling baik adalah yang dilakukan oleh dua pihak utusan Allah SWT yang mulia: utusan Allah SWT dari langit, dan utusan Allah SWT di bumi.

Dalam mempelajari Al Quran tidak cukup hanya dengan menghafal baris-barisnya, dan mengingat ayat-ayatnya, kemudian tidak memahami maknanya, meskipun tetap mendapatkan pahala dengan sekadar mengingat dan menghafalnya, sesuai dengan niatnya. Namun seharusnya ia berusaha untuk memahami semampunya, apa yang diinginkan oleh Allah SWT darinya, sesuai kadar kemampuan daya tangkapnya:

Diriwayatkan oleh `Uqbah bin Amir r.a., Rasulullah SAW keluar kepada kami saat kami berada di ash shuffah dan bersabda: Siapa yang mau pergi pada pagi hari setiap hari ke daerah Buthhan atau ke Aqiq kemudian mengambil dua unta yang gemuk dari sana, tanpa melakukan dosa atau membuat putus hubungan silaturahmi. Kami menjawab: Wahai Rasulullah Saw, kami semua mau melakukan itu. Beliau bersabda: Bukankah jika salah seorang kalian pergi ke mesjid pada pagi hari dan mempelajari atau membaca dua ayat dari Kitab Allah SWT lebih baik baginya dua unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih baik dari empat unta, dan dari bilangan ayat-ayat itu lebih baik dari sejumlah unta dengan bilangan yang sama? Hadits diriwayatkan oleh Muslim.

Mempelajari dua tiga atau empat ayat di sini tidak berarti menghafalkan huruf-hurufnya saja, namun yang dimaksud adalah mempelajari kandungan ilmu dan amalnya sekaligus. Oleh karena itu hadits itu mengurangi bilangannya, sehingga dapat dipahami dan amalkan dengan lebih mudah.

Inilah cara para sahabat r.a. dalam mempelajari Al Quran seperti telah dijelaskan sebelumnya. Dan dengan cara seperti ini, ayat yang dipelajari oleh seorang Muslim akan menjadi cahaya dan bukti baginya pada hari kiamat. Seperti diriwayatkan oleh Abu Umam bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang mempelajari satu ayat dari Kitab Allah, niscaya ayat itu akan menyambutnya pada hari Kiamat sambil tertawa di hadapannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, dan para perawinya tsiqaat.

***

Mengambil Upah dalam Mengajarkan Al Quran

Para ulama berselisih pendapat tentang boleh tidaknya mengambil upah dari mengajarkan Al Quran. Sebagian ulama berpendapat: boleh mengambil upah dari mengajarkan Al Quran. Karena dalam sahih Bukhari diriwayatkan hadits: Yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah mengajar Kitab Allah.

Dan ada yang mengatakan: jika ditentukan jumlahnya, maka tidak boleh. Pendapat ini dipilih oleh Al Halimi.

Abu Laits berkata dalam kitab Al Bustan: Mengajar dilakukan dengan tiga bentuk:
Pertama dengan tujuan untuk beribadah saja, dan tidak mengambil upah.
Kedua: mengajar dengan mengambil upah.
Ketiga: mengajar tanpa syarat, dan jika ia diberikan hadiah ia menerimanya.

Pertama: mendapatkan pahala dari Allah SWT, karena itu adalah amal para Nabi AS.

Kedua: diperselisihkan. Sebagian ulama mengatakan: tidak boleh, sementara sebagian ulama lain berkata: boleh. Mereka berkata: yang paling utama bagi seorang pengajar adalah tidak menentukan bayaran untuk menghafal dan mengajarkan baca tulis, dan jikapun ia menentukan bayaran itu maka aku harapkan agar tidak dilarang, karena ia membutuhkannya.

Ketiga: dibolehkan oleh seluruh ulama. Karena Nabi Saw adalah pengajar manusia, dan beliau menerima hadiah mereka. Dan dengan dalil tentang seseorang yang tersengat hewan berbisa, kemudian dibacakan surah Al Fatihah oleh sebagian sahabat, dan orang itu selanjutnya memberikan hadiah beberapa ekor kambing atas perbuatan sahabat itu, dan setelah mengetahui itu Nabi Muhammad Saw bersabda: Berikanlah aku bagian dari hadiah itu. Hadits riwayat Bukhari.

Dalam hadits lain Rasulullah SAW membolehkan pengajaran itu dijadikan sebagai mas kawin bagi seorang wanita. Yaitu saat Nabi Muhammad SAW memerintahkan sahabat itu untuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan mas kawin bagi sahabat itu, hingga sebentuk cincin dari besi sekalipun. Kemudian Rasulullah SAW menanyakan surah apa yang ia bisa. Ia memberitahukan beberapa surah yang ia hafal. Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat itu: Pergilah, aku telah sahkan perkawinanmu dengan mas kawin mengajarkan Al Quran yang engkau hafal. Hadits riwayat Bukhari-Muslim.

Ini semua adalah dalam masalah pengajaran Al Quran. Sedangkan membacanya tidak boleh menarik upah, karena hukum asal dalam membacanya adalah ibadah, dan dasar bagi seorang yang beribadah adalah agar ia beribadah bagi dirinya, maka bagaimana mungkin ia kemudian mengambil upah kepada orang lain dari ibadah yang ia lakukan kepada Rabb-nya, sementara ia mengerjakan itu semata untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT?

Abdurrahman bin Syibl meriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: Bacalah Al Quran, amalkanlah isinya, jangan kalian menjauh darinya, jangan berlaku khianat padanya, jangan makan dengannya, dan jangan mencari kekayaan dengannya. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Abu Ya`laa dan Baihaqi dalam Asy Sya`b, dan Ath-Thahawi

Imran bin Husain meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda: Bacalah Al Quran dan mintalah kepada Allah SWT dengan Al Quran itu, sebelum datang kelompok manusia yang membaca Al Quran, kemudian meminta kepada manusia dengan Al Quran. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani dan Baihaqi dalam Asy Sya`b.

Sedangkan jika pembaca Al Quran diberikan sesuatu sadaqah, atau pemberian, maka tidak mengapa jika ia menerimanya, insya Allah.

***