Home » ilmu hisab » Menimbang kalender Islam dan Masehi

Menimbang kalender Islam dan Masehi

Setiap hari kita menggunakan kalender Masehi/Gregorian yang dulu dirumuskan oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582. Dalam kalender Masehi, di suatu tempat hari berganti pada pukul 00.00 malam waktu lokal. Dalam setahun Masehi ada 12 bulan, yaitu Januari, Februari, … Desember. Kita sama-sama tahu bahwa Januari ada 31 hari, Maret ada 31 hari dan seterusnya. Khusus Februari, ia berumur 28 hari untuk tahun biasa dan 29 hari untuk tahun kabisat. Tahun yang tidak habis dibagi 4 disebut tahun biasa. Tahun kabisat itu sendiri dirumuskan oleh Paus Gregorius sebagai tahun yang habis dibagi 4 atau 400. Jika suatu tahun habis dibagi 100 tetapi tidak habis dibagi 400 maka ia bukan tahun kabisat.

 

Kemudian jika 31 Januari 2015 adalah hari Sabtu, maka keesokan harinya di hari Ahad adalah tanggal 1 Februari 2015. Di seluruh dunia, tanggal 1 Februari 2015 adalah hari Ahad, walaupun datangnya hari Ahad tersebut berbeda-beda menurut waktu lokal. Misalnya jika suatu saat di Jakarta hari Ahad 1 Februari 2015 pukul 05.00 WIB, maka pada saat yang sama di London masih hari Sabtu 31 Januari 2015 pukul 22.00 waktu London. Dua jam kemudian, London akan masuk hari Sabtu tanggal 31 Januari 2015.

 

Ketentuan kalender Masehi seperti di atas membuat adanya kemudahan bagi manusia untuk melakukan berbagai aktivitas kehidupan yang bermacam-macam. Secara astronomis, kalender ini hanyalah memiliki satu patokan yang terjadi setiap tahun, yaitu saat terjadinya vernal equinox (VE). Per definisi, ini terjadi saat bujur ekliptika sejati matahari = 0 derajat, menurut definisi lain adalah ketika deklinasi matahari di bulan Maret tepat sama dengan 0 derajat. Dalam buku More Astronomical Astronomy Morsel, Jean Meeus mengatakan, penyusunan kalender Gregorian adalah sedemikian rupa sehingga saat terjadinya VE berdekatan dengan tanggal 21 Maret.

 

Karena VE diupayakan dekat atau tepat pada tanggal 21 Maret, maka berarti perlu dilakukan penyesuaian pada bula sebelum bulan Maret, yaitu bulan Februari. Penyesuaian itu tidak lain adalah ada tidaknya penambahan 1 hari pada akhir bulan Februari. Inilah seperti yang ditulis di atas berhubungan dengan kabisat.

 

Pertanyaan penting adalah, apakah aturan kabisat di atas membuat VE selalu terjadi pada tanggal 21 Maret? Jawabannya TIDAK. Dengan merujuk pada Astronomical Tables of the Suns, Moon and Planets, Jean Meeus, dengan aturan kabisat dalam kalender Gregorian seperti sekarang, ternyata VE sejak tahun 2004 hingga tahun 2043 selalu terjadi pada tanggal 20 Maret UT (waktu jam-menit-detik memang berlainan), dengan perkecualian tahun 2007. Tahun 2044 malah akan jatuh pada tanggal 19 Maret, dan kembali lagi tanggal 20 hingga tahun 2047.

 

Tahun 2003 jatuh pada tanggal 21. Agar tahun 2004 tetap tanggal 21, mestinya tahun 2004 bukan kabisat. Jadi akhirnya supaya, katakanlah sejak tahun 2004 hingga tahun 2012 VE selalu jatuh tanggal 21 Maret, mestinya tahun 2004 bukan kabisat, tetapi justru tahun 2007. Sedangkan tahun 2012 tetap kabisat.

 

Artinya jika ingin tetap mempertahankan kriteria VE selalu jatuh pada tanggal 21 Maret, ternyata pola kabisat harus habis dibagi 4 menjadi tidak berlaku atau memiliki beberapa perkecualian. Tetapi dengan tetap dipertahankannya pola kabisat untuk tahun yang habis dibagi 4, walaupun menghasilkan VE yang bukan jatuh pada tanggal 21 Maret, menunjukkan bahwa kemudahan kalender lebih diutamakan, walaupun harus mengorbankan nilai astonomisnya.

 

Sekarang marilah kita beralih ke kalender Islam. Dalam kalender Islam, sebenarnya muatan saintifik / astronomis yang terkandung di dalamnya sangat banyak dan jauh lebih kaya dibandingkan dengan kalender Masehi.

 

Benda langit yang terlibat
– Islam : Kalender Islam disusun berdasarkan posisi matahari dan bulan yang sejati menurut pengamat di bumi.
– Masehi : Kalender Masehi disusun berdasarkan posisi rata-rata matahari menurut bumi. Posisi bulan sama sekali tidak berpengaruh bagi kalender Masehi. Seandainya tidak ada bulan, kalender Masehi tetap berlaku.

 

Pergantian hari
– Islam : pergantian hari terjadi saat maghrib, yang berarti saat titik pusat matahari memiliki ketinggian sejati geosentrik = – 34 menit busur – sudut jari-jari matahari.
– Masehi : pergantian hari terjadi saat pukul 00.00 waktu setempat. Tidak ada fenomena astronomis khusus untuk matahari saat pukul 00.00 waktu setempat. Saat itu, matahari bisa saja tepat melewati garis meridean di bawah ufuk, sebelum melewati atau setelah melewati.

 

Awal bulan
– Islam : awal bulan Islam ditandai oleh pengamatan saat maghrib, atau melalui perhitungan dimana sekurangnya-kurangnya kriteria saat maghrib telah terjadi konjungsi geosentrik, yaitu ketika secara geosentrik bujur ekliptika matahari sejati = bujur ekliptika bulan sejati. Bisa ditambah lagi dengan kriteria : ketika sunset, moonset belum terjadi. Disini, definisi moonset adalah ketika titik pusat bulan memiliki ketinggian sejati geosentrik sebesar 0,7275*sudut parallaks bulan – 34 menit busur. Bisa ditambah lagi dengan kriteria saat sunset, bulan memiliki altitude sebesar sudut tertentu. Ada yang menambah lagi dengan kriteria, saat sunset, sudut elongasi bulan-matahari minimal sebesar sudut tertentu. Untuk menentukan sudut elongasi ini, berarti harus ditentukan dahulu bujur ekliptika matahari, bujur ekliptika bulan dan lintang ekliptika bulan. Ada yang menambah lagi dengan dengan kriteria, saat sunset maka fraksi iluminasi bulan adalah sebesar suatu angka persen tertentu. Untuk menentukan fraksi iluminasi bulan, harus ditentukan dahulu sudut elongasi bulan-matahari di atas, jarak bumi-bulan dan jarak bumi-matahari.
– Masehi : awal bulan Masehi tidak memiliki fenomena astronomis khusus. Tidak ada fenomena khusus untuk tanggal 1 Januari, 1 Februari dan seterusnya.

 

Fenomena tahunan
– Islam : Awal tahun baru Islam adalah tanggal 1 Muharram, dengan kriteria awal Muharram seperti pada awal bulan di atas.
– Masehi : Tidak ada fenomena khusus untuk 1 Januari. Yang ada hanyalah vernal equinox terjadi dekat tanggal 21 Maret.

 

Melihat perbandingan di atas, mestinya umat Islam mesti berbangga karena format kalender Islam memiliki muatan astronomis yang jauh lebih kaya dibandingkan dengan format kalender Masehi. Namun, mungkin karena saking kayanya, kalender Islam malah sulit dirumuskan, disepakati dan digunakan oleh seluruh ummat Islam. Sementara, kalender Masehi yang miskin nilai astronomisnya, malah mudah digunakan dan disepakati oleh seluruh manusia.